Kamis, 29 Desember 2011

Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Kemiskinan

Kemiskinan

 Jika melihat kondisi kalangan bawah, negeri ini wajib miris. Bagaimana tidak, sampai saat ini, masih banyak masyarakat di bumi pertiwi yang tingkat perekonomian dan kehidupannya tergolong miskin.

Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Garis kemiskinan yang menentukan batas minimum pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok, bisa dipengaruhi oleh tiga hal :

.    Persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan
.    Posisi  manusia dalam lingkungan sekitar
.    Kebutuhan objectif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi

Persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, adat istiadat, dansistem nilai yang dimiliki.

 Memahami kemiskinan
Hidup miskin berarti kekurangan sumber daya yang dibutuhkan untuk berpartisipasi secara signifikan dalam sebuah masyarakat. Sumber kemiskinan bisa sangat dinamis. Sebagai gejala kerentanan ekonomi (economic insecurity), kemiskinan dapat timbul dari 

(a) risiko-risiko akibat guncangan ekonomi seperti naiknya harga-harga, penyakit, kecelakaan, dan bencana alam; 

(b) kemampuan warga atau kelompok warga yang terbatas untuk memulihkan diri sesudah guncangan ekonomi (Guy Standing, 2007). Oleh karena itu, program pengentasan kemiskinan pun seharusnya dinamis, sesuai dengan penyebab timbulnya kemiskinan tersebut. Dalam hal ini, cukup relevan jika dikatakan bahwa kemiskinan, selain dapat merupakan pengalaman yang bersifat sementara dan kronis, dapat pula menjadi takdir hidup yang bersifat permanen bagi seseorang.

Upaya Pengentasan Kemiskinan

Untuk kemiskinan yang sifatnya sementara, program pengentasannya dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebelum dan sesudah kemiskinan itu terjadi. Pendekatan yang kedua, yaitu upaya rehabilitasi atau penyembuhan masyarakat dari kemiskinan, merupakan pendekatan yang populer dilakukan di Indonesia. Bentuknya bisa bermacam-macam, mulai dari sumbangan-sumbangan, bantuan sosial, program jaminan sosial, dan sebagainya. Pendekatan yang pertama dapat dilakukan dengan mengembangkan kebijakan yang pro masyarakat miskin, misalnya dalam penentuan pajak dan anggaran belanja sosial. Faktanya, kekayaan yang dapat dimiliki seseorang, baik berupa materi, status sosial, maupun potensi internal pribadinya, seperti kesehatan dan talenta, tidak tersebar secara merata dalam kehidupan masyarakat. Adalah tanggung jawab pemerintah untuk memelihara keseimbangan di dalam kehidupan masyarakat melalui kebijakan-kebijakannya, sehingga kesenjangan sosial tersebut semakin menyempit.
Untuk bentuk kemiskinan yang kedua, karena sifatnya yang permanen dan sering terjadi secara turun temurun, maka pendekatan yang dilakukan tidaklah sama. Orang yang telah terjebak dalam lingkaran kemiskinan yang permanen akan sulit untuk melepaskan diri dari ikatan tersebut karena prospek hidupnya akan relatif inferior dibandingkan lingkungan sosialnya. Efek yang saling memperkuat dari gejala-gejala kemiskinan pendidikan rendah, kualitas kesehatan yang buruk, dan lingkungan sosial yang tidak ramah akan terus mengelilinginya, sehingga ia semakin sulit untuk menaikkan kualitas kehidupannya.

Satu-satunya cara yang paling efektif untuk meningkatkan taraf hidupnya ialah melalui pendidikan. Pendidikan di sini bukan hanya sebatas mengikuti program wajib belajar atau menjadi siswa di lembaga-lembaga pendidikan formal, mengingat biaya pendidikan formal yang berkualitas saat ini sangat tinggi, sehingga sulit dicapai oleh masyarakat miskin pada umumnya. Pendidikan di sini diartikan sebagai segala upaya pemberdayaan potensi-potensi yang dimiliki oleh masyarakat, sehingga membuatnya mampu untuk mengatasi persoalan-persoalan hidup, antara lain memenuhi kebutuhan hidup, memperoleh rasa aman, dan berpartisipasi lebih dalam lingkungan sosial. Upaya pemberdayaan tersebut bisa beragam, salah satunya dengan memanfaatkan teknologi informasi.

            Berdasarkan ukuran ini maka mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1.Tidak memiliki faktor-faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, ketrampilan. Dll
2.Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri, seperti untuk  memperoleh tanah garapan atau modal usaha
3.Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai taman SD

. Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas
. Banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai ketrampilan.

Kemiskinan menurut orang lapangan (umum) dapat dikatagorikan kedalam tiga unsur :

1.    Kemiskinan yang disebabkan handicap badaniah ataupun mental seseorang
2.    Kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam

. Kemiskinan  buatan. Yang  relevan dalam hal ini adalah kemiskinan buatan, buatan manusia terhadap manusia pula yang disebut kemiskinan structural. Itulah kemiskinan yang timbul oleh dan dari struktur-struktur  buatan manusia, baik struktur ekonomi, politik, sosial maupun cultural.

Kemiskinan menjadi suatu kebudayaan atau subkultur, yang mempunyai struktur dan way of life yang telah turun temurun melalui jalur keluarga.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar